Ikan di Perairan Bunaken |
Manado - Sebelum menaiki perahu penyeberangan dari Manado menuju Bunaken, pemandu perjalanan memang telah terlebih dulu memberi peringatan kepada rombongan agar tidak panik jika di tengah perjalanan nanti tiba-tiba mesin perahu mati. Menurutnya hal seperti itu sudah biasa terjadi dan pengemudi perahu telah memiliki keahlian khusus untuk mengatasinya.
"Terus terang saja, perairan di sini banyak sampah. Terutama sampah plastik. Seringkali sampah plastik itu melilit kincir perahu sehingga menyebabkan mesinnya mati," ujar Deissy Solang, si pemandu perjalan dengan gaya bicara renyah, khas orang Manado.
"Terus terang saja, perairan di sini banyak sampah. Terutama sampah plastik. Seringkali sampah plastik itu melilit kincir perahu sehingga menyebabkan mesinnya mati," ujar Deissy Solang, si pemandu perjalan dengan gaya bicara renyah, khas orang Manado.
Beruntung perahu yang ditumpangi rombongan wartawan dan Dinas Kominfo Pemkot Surakarta tak mengalami kejadian itu baik saat berangkat maupun saat pulang kembali ke Manado. Namun perairan teluk Manado yang tenang memang menggambarkan dengan jelas apa yang menjadi penyebab seringnya perahu penyeberangan mati di tengah perjalanan.
Sampah plastik dengan mudah terlihat di tengah perairan. Tak hanya di permukaan, hingga di kedalaman dua meter plastik pun masih mewarnai perairan. Plastik-plastik itu ikut berenang-renang di tengah-tengah ribuan ikan di taman nasional Bunaken yang amat kesohor itu. Tak cuma itu, botol shampo, sandal rusak, bungkus es krim hingga bungkus makanan ringan juga tak ketinggalan.
"Inilah ikan pertama yang berhasil kita lihat. Ikan ini namanya 'kresek fish'. Inilah 'kresek fish' in the Bunaken sea," teriak petugas kapal yang bertugas memandu saat rombongan menikmati indahnya taman laut Bunaken dari kapal yang disediakan untuk wisatawan.
Kapal tersebut disebut semi selam, tapi sebenarnya hanya kapal biasa bermuatan maksimal 25-30 orang dengan lunas yang masuk ke kedalaman air sekitar 2,5 meter dan berdinding kaca. Dengan demikian penumpangnya bisa melihat terumbu karang dan ribuan ikan warna-warni dari berbagai jenis yang hidup di perairan tersebut.
Bukan kapal itu yang membuat penasaran. Kami tertarik pada nama ikan yang disebut si pemandu 'kresek fish'. Ketika ditanya lebih lanjut, dengan santai dia menunjuk tas plastik bekas yang mengapung di kedalaman sekitar 1,5 meter dari permukaan laut.
"Harap maklum, masih banyak orang yang membuang sampah ke sungai. Padahal beberapa sungai di Sulawesi ini memang bermuara di Teluk Manado. Kondisi itu diperparah dengan semua pasar tradisional disini berada di pinggir sungai," ujar si pemandu.
Tak cuma itu, di beberapa terumbu karang kebetulan menempel plastik bekas pembungkus makanan ringan. Dengan ringan pengunjung berseloroh, Bunaken memang unik; tak hanya upacara bendera bawah laut dengan ribuan peserta yang bisa dilakukan, bahkan karang laut bisa dijasikan papan iklan bawah laut.
Pemerintah setempat juga tidak membiarkannya saja. Pemkot Manado mengaku terus melakukan imbauan kepada warga di Manado maupun Bunaken agar tidak membuang sampah sembarangan. Hal serupa juga dilakukan oleh Pemprov Sulawesi Utara yang terus memperhatikan secara serius obyek wisata andalan Sulawesi Utara tersebut.
Kepala Dinas Pariwisata Sulut, Fredrik Rotinsulu, mengakui kenaikan kunjungan wisatawan ke daerahnya memang harus diimbangi dengan pembenahan infrastruktur pada sejumlah obyek wisata, termasuk Bunaken. Dia mengaku selain masalah transportasi, keberadaan sampah di perairan laut Bunaken memang menjadi persoalan tersendiri yang belum terpecahkan.
Tetapi tentu saja jauh-jauh datang, rombongan Solo bukan Bukan untuk belajar tentang cara membuang sampah di lokasi wisata seperti itu. Ada pertimbangan tersendiri bagi Pemkot Surakarta untuk melakukan kunjungan dan studi banding ke Manado.
Solo memang sedang belajar serius menjadi kota MICE (Meeting Incentive Convention Exhibition). Sebagai dua kota yang sama-sama mengandalkan kunjungan wisata, Manado dinilai berhasil melaksanakan event-event besar yang mampu mendunia.
Kepala Dinas Kominfo Pemkot Surakarta, Eny Tiyasni Susana, mengakui Solo masih harus belajar banyak ke daerah-daerah lain, termasuk Manado, dalam melakukan branding kota dan mengelola pencitraan selanjutnya.
Manado, kata Eny, dinilai telah berhasil melakukan hal itu dengan baik. Sail Bunaken 2009 dan WOC (world ocean conference) misalnya, mampu manarik perhatian dunia dan menarik datanganya wisatawan hingga berlipat-lipat kawasan Sulawesi paling utara tersebut. Selain itu pada tahun 2010 ini, Sulawesi Utara juga bersiap menggelar event internasional seperti celebrate of the sea dan pergelaran miss art.
Menanggapi hal itu, Direktur Badan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Propinsi Sulawesi Utara, Rene Charles Keppel, mengatakan salah satu kunci kebehasilan menggelar acara mendunia itu adalah pembentukan media center yang dilakukan jauh hari sebelum acara dilaksanakan. Pembentukan media center tersebut dikuatkan payung hukum yang jelas sehingga tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. Selain ada Perpres, pemerintah daerah juga mengeluarkan SK.
"Media Center dibentuk tahun 2006 sebelum Sail Bunaken 2009 dan bekerja efektif pada 2007 hingga acara dilaksanakan. Setahun sejak dibentuk tim media center mempersiapkan semua kebutuhan yang diperlukan sehingga ketika tiba waktunya semua sudah siap," ujar lelaki paruh baya yang juga guru besar ilmu perikanan Univ Sam Ratulangi tersebut.
Media Center, kata Chares, beranggotakan sejumlah orang dari berbagai elemen masyarakat. Selain melibatkan birokrasi, media center juga merekrut akademisi, tokoh masyarakat, praktisi media massa dan elemen-elemen lainnya.
Selain persiapan teknis yang memadai dan pelaksanaan acara yang terkontrol ketat, media center yang dibentuk secara matang itu dinilai menjadi salah satu faktor sangat penting keberhasilan acara.
Kota Solo memang wajib meniru kiat-kiat itu Kota Manado dan Pemprov Sulut jika memang benar-benar ingin memenuhi standar kota MICE yang didambakan. Namun sebaiknya, atau bahkan seharusnya, tidak meniru pengelolaan sampah dilakukannya. Lagipula promosi besar-besaran tanpa diimbangi pengelolaan obyek wisata yang dipromosikan, pasti akan mengecewakan pelancong yang 'termakan' promosi. Lagipula, sejujurnya, pengelolaan sampah di Solo selama ini telah jauh lebih baik.
(djo/djo)
Original Source : http://www.detiknews.com/read/2010/06/08/135845/1374012/10/kresek-fish-in-the-bunaken-sea?nd992203605