Welcome To The Land of Smiling People........



Kamis, 28 Juli 2011

Sulawesi Utara, Negeri Cantik di Bibir Asia Pasifik.

Sulawesi Utara adalah  satu dari 34 propinsi di Indonesia. Propinsi ini dikenal  dengan sebutan  The Land of Smiling People. Disebut demikian karena penduduknya terkenal ramah dan bersahabat serta murah senyum. Ia juga dikenal dengan sebutan “Nyiur Melambai”. Disebut demikian karena hampir semua wilayahnya dipenuhi tanaman kelapa. Propinsi dengan ibukota Manado ini dikenal aman dan rukun. Terletak pada 0° 30´ – 4° 30´ LU dan 123° 00' - 127° 00' BT. Luas wilayah propinsi ini adalah 15.272, 16 km2.  Berdasarkan hasil pengukuran dari Peta Rupa Bumi Bakosurtanal skala : 1: 250.000, panjang garis pantai Sulawesi Utara adalah 1.837 km.
Dengan luas lautan lebih luas dari daratan, propinsi ini termasuk salah satu propinsi kepulauan di Indonesia. Banyak pulau tersebar di antaranya Pulau Manado Tua, Pulau Bunaken, Pulau Mantehage, Pulau Talise, Pulau Bangka, Pulau Lembeh, Pulau Siau, Pulau Tagulandang, Pulau Karakelang, Pulau Ruang, Pulau Biaro, Pulau Sangihe, Pulau Salibabu dan Pulau Kabaruan. Dan tak terhitung lagi pulau-pulau kecilnya lainnya yang indah.
Secara administratif, Sulawesi Utara terbagi dalam empat kota otonom yaitu, Manado, Tomohon, Bitung dan Kotamobagu serta sembilan kabupaten otonom yakni Minahasa Induk, Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Minahasa Tenggara, Bolang Mongondow Induk, Bolang Mongondow Utara, Sangihe, Sitaro dan Talaud.
Secara Geografis propinsi ini sangat strategis karena letaknya tepat di bibir Asia Pasifik dimana sisi utaranya berbatasan langsung dengan Negara Filipina. Sehingga tidaklah mengherankan bila masyarakat di sini khususnya Minahasa memiliki kesamaan fisik dan bahasa dengan masyarakat Filipina Selatan. Selain itu, Sulawesi Utara juga dikelilingi oleh propinsi Maluku Utara pada sisi timur, Propinsi Gorontalo pada sisi selatan serta Laut Sulawesi di sisi barat.
Sulawesi Utara adalah daerah beriklim tropis, dengan suhu rata –rata 32° C pada siang hari dan 24° C pada malam hari. Pola curah hujan tahunan bervariasi antara 1.500 mm dan 2.800 mm, dengan curah hujan paling lebat antara bulan Desember sampai dengan bulan Maret. Bulan Agustus dan bulan September, merupakan masa paling kering dalam setahun.
Terdapat empat golongan suku bangsa dengan jumlah masyarakat yang cukup besar di propinsi ini. Keempat suku bangsa itu adalah suku Minahasa, suku Gorontalo, suku Bolaang Mongondouw dan suku Sangir Talaud. Keanekaragaman suku dan seni budayanya itu menjadi kekayaan tersendiri bagi daerah ini.  Tarian dan musik tradisional seperti musik bambu, kolintang, musik Bia merupakan atraksi yang menarik dan unik. Beragam tarian seperti Maengket, Katrili, Tumetenden, tari Pisok, tari Pato-pato dan tari Lenso menjadi alat pemersatu dan penghibur bagi masyarakat maupun tamu yang datang ke provinsi ini.
Sebutan umum untuk masyarakat Sulawesi Utara bagi orang yang belum mengenal propinsi ini secara keseluruhan adalah orang Minahasa. Minahasa sesungguhnya bukanlah nama suatu etnik, melainkan sebuah sebutan atau istilah yang pertamakali muncul dalam laporan residen J.D Schierstein pada tanggal 8 Oktober 1789. Pada saat itu terjadi perjanjian perdamaian yang mempersatukan kelompok-kelompok sub etnik Bantik dan Tombolu (Tateli) dan kelompok Toulour dan kelompok Tonsawang. Minahasa berasal dari kata esa yang berarti satu, kata Maha–esa berarti menyatukan berbagai sub-etnik Minahasa.
Terdapat delapan etnis yang merupakan penduduk asli Sulawesi Utara. Kedelapan Sub etnis tersebut adalah : Toulour/ Tondano, dengan dialek Tondano yang mendiami daerah bagian timur dan pesisir danau Tondano ; Toutemboan, dengan dialek Toutemboan yang mendiami daerah barat daya dan Selatan Danau Tondano ; Tonsea, dengan dialek Tonsea yang mendiami sekitar bagian timur laut ; Tombolu, dengan dialek tombolu yang mendiami daerah sekitar barat laut danau Tondano ; Tonsawang/Tonsini, dengan dialek dan bahasa Tonsawang Selatan daerah Tombatu ; Pasan/Ratahan, dengan dialek – bahasa Ratahan yang mendiami daerah bagian timur sebelah Selatan ; Ponosokan, dengan dialek-bahasa Ponosakan yang mendiami daerah bagian selatan ; Bantik, dengan dialek Bantik yang mendiami atau tersebar di pesisir utara dan selatan kota Manado.
Sulawesi Utara merupakan bagian penting dari garis Wallacea di Indonesia bagian timur sejak 150 tahun yang lampau. Garis Wallacea merupakan garis khayal dari ilmuwan Inggris Alfred Russel Wallace tentang penyebaran binatang . Garis ini seolah membatasi penyebaran satwa Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur . Banyak satwa endemik Sulawesi yang terdapat dalam kawasan konservasi di propinsi ini. Diantaranya, golongan Mamalia ; monyet hitam Yaki (Macaca Nigra), Kuskus Beruang (Ailurupos Ursinus), Tangkasi (Tarsius Spectrum), Musang Sulawesi (Macrogalidia Musschenbroekii), Babirusa (Babbyrousa Babyrussa), Anoa Pamah ( Bubalus Depressicornis), Anoa Gunung ( Bubalus Quarlesi), Kalong Talud (Acredon Humilis) dan Duyung (Dugong Dugong).
Secara ekonomi, masyarakat Sulawesi Utara telah lama melakukan hubungan dagang khususnya dengan kesultanan Ternate (Maluku Utara) dan masyarakat Bugis (Sulawesi Selatan). Pedagang dari Eropa (Portugis dan Belanda) datang ke  ke sini pada abad ke-16. Portugis singgah di Manado pada tahun 1500-an dan menjadikannya tempat untuk menambah perbekalan kapal sebelum melanjutkan perjalanan. Bersamaan dengan kedatangan pedagang Portugis, masuk pula para penyebar agama Kristen (misionaris) yang kemudian sukses menyebarkan agama Kristen kepada masyarakat Minahasa dan Sangir-Talaud. Dalam perkembangannya, pada abad ke-17 Belanda berhasil menaklukkan dan menguasai kesultanan Ternate dan pada tahun 1677 Belanda juga berhasil menguasai Pulau Sangir. Dua tahun kemudian suatu perjanjian dengan raja Minahasa menjadi simbol pengukuhan kekuasaan Belanda di wilayah ini selama 300 tahun.
Kedekatan Belanda dan Masyarakat Sulawesi Utara khususnya Minahasa salah satunya didorong oleh persamaan Agama Kristen yang telah diterima sepenuhnya di Minahasa pada tahun 1860. Pendidikan pada masa kolonial menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar yang menghasilkan lulusan yang cakap berbahasa Belanda dan lebih mudah diterima bekerja pada kantor pemerintahan Belanda atau pada dinas militer.
Propinsi Sulawesi Utara merupakan tempat hidup dari 89 jenis (yakni 86% dari total 103) burung endemik Pulau Sulawesi dan pulau-pulau lepas pantai, dimana 13 jenis diantaranya merupakan endemik Sulawesi Utara.
Burung tersebut meliputi Maleo (Macrocephalon Maleo), Rangkong (Rhyticeros Cassidix), Burung Hantu gunung (Ninox Ios), Burung Hantu Punggok Oker (Ninox Ochracea), Sikatan Matinan (Cyornis Sanfordi), Sampiri (Eos Histrio), Burung Niu (Eutrichomyias Rowleyi), Kakatua Jambul-Kuning (Cacatua Sulphurea), Pergam Hijau (Ducula Aenea), Pergam Putih (Ducula Luctuosa), Jalak Moloneti (Scissirostrum Dubium), Burung Pendeta (Streptocitta Albicollis), Raja Perling Sulawesi (Basilornis Celebensis), Serindit Sulawesi ((Loriculus Stigmatus), Kadalan Sulawesi (Rhampococcyx Calorhnychus), Burung Udang Merah Kerdil (Ceyx Fallax), Elang Alap Sulawesi (Accipiter Griseiceps) Hutan Sulawesi Utara dapat di deskripsikan sebagai hutan tropis malar hijau (Tropical ever green forest) yang mencakup berbagai tipe vegestasi seperti hutan rawa dan bakau, hutan pantai, hutan pamah/dataran rendah, hutan pegunungan bawah, dan hutan gunung). Hutan Sulawesi Utara banyak ditandai dengan adanya suku-suku pohon tertentu seperti Moraceae, yang mendiami daerah bagian tengah Minahasa atau bagian Annonaceae, dan Eurphorbiaceae.
Sebagai kawasan yang penting dalam keanekaragaman hayati, Sulawesi Utara memiliki delapan kawasan konservasi bagi perlindungan habitat satwa liar, terutama dari ancaman kepunahan akaibat perburuan dan ancaman lainnya. Kedelapan kawasan konservasi tersebut adalah Cagar Alam Gunung Tangkoko-Dua Saudara, Cagar Alam Gunung Lokon , Cagar Alam Gunung Ambang, Suaka Margasatwa Manembonembo, Suaka Margasatwa Karangkelang Utara, Suaka Margasatwa Karangkelang Selatan, Taman Nasional Bunaken, dan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.
Pesona Sulawesi Utara memang luar biasa, ibarat lambaian nyiur yang selalu lembut menyapa jiwa, pesonanya akan selalu menarik perhatian dan mengundang wisatawan untuk datang menikmatinya. Keindahan dan keunikannya memang sulit ditandingi daerah lain maupun negeri mana pun di dunia. (Dari Berbagai Sumber)
Welcome To North Sulawesi…